Thursday, December 22, 2022

Penghujung 2022

Nggak kerasa udah di penghujung tahun 2022. Baru kemarin rasanya Savira nginep di rumah buat liburan tahun baru, tahu-tahu sekarang udah Desember aja. Sebenernya nggak bisa dibilang 'nggak kerasa' sih, karena ngejalanin tahun ini juga banyak nangis-nangisnya juga, tapi tanpa sadar ternyata sesi nangis-nangis itu berlalu juga :')

Awalnya ragu mau nulis di tempat ini atau enggak, tapi sebenernya nggak ada salahnya juga sih. Menulis di sini sebagai pengingat bagaimana menjalani tahun 2022 sebagai tahun penuh transisi, sadar diri, dan mulai mengoreksi diri sendiri. Tahun yang tidak sepenuhnya 'sembuh' tapi memulai proses menyembuhkan diri sendiri. Bismillahirrohmanirrohim!

Postingan pertama tahun 2022 di blog ini adalah Twenty Twenty T(w)oo yang berisi tentang harapan yang ingin aku lakoni di tahun ini. Harapannya tidak muluk-muluk yang alhamdulillahnya walaupun aku udah lupa dengan tulisan harapanku di postingan itu, tapi entah kenapa harapan-harapan itu adalah harapan=harapan yang selalu aku usahakan sepanjang tahun ini. Hasilnya? Yaaa sama halnya seperti iman yang kadang naik dan kadang turun, tapi alhamdulillah progresnya terus meningkat, alhamdulillah :D

Terlepas dari harapanku di awal tahun, tahun ini aku pun mencoba memulai progress di kehidupan. Setelah di tahun 2022 dan tahun 2021 yang rasanya waktu terhenti, di tahun 2022 aku memulai hal-hal yang aku bisa usahakan. Dari mendaftar beasiswa yang ternyata nggak dapet (:'D), daftar kuliah di kampus A yang malah masuk ke kampus B biar deket sama orang tua, sampai ke hal-hal seperti menyelesaikan urusanku dengan beberapa orang yang akhirnya aku bisa bilang urusan ini sudah cukup. Dari hal-hal yang aku sebutin tadi, rasanya walaupun melakukan progress tapi kok banyak down-nya ya daripada up-nya wkwk. Ya mungkin itu caranya Allah buat ngajarin hamba-Nya kali ya. Biar bisa belajar dari hal-hal apa yang terjadi dan mungkin cara-Nya juga biar hamba-Nya lebih deket lagi sama Dia..... dan mungkin itu berhasil (?)

Oke sebelumnya aku mau cerita tentang latar belakang harapan-harapan itu. Jadi, aku mulai 'hilang' sejak tahun terakhir kuliah sampai berlanjut ke tahun 2020. Pernah di satu titik rasanya hati kebas. Mau minta ke Allah nggak tau minta apa, bukan malu, tapi bingung. Padahal diriku saat itu juga nggak di tahap lagi bahagia atau gimana, malahan di tahap sedih banget. Di situ aku nyadar, kayaknya aku udah lama banget nggak 'ngobrol' sama Allah. Di titik itu bener-bener ngerasa yang 'Hah? Kenapa? Kenapa aku nggak bisa minta ke Allah tentang apapun sih?' Nangis ke Allah nggak bisa, rasanya aku memisahkan permasalahan dunia itu nggak ada hubungannya sama Allah. Atau malah aku yang udah ngejauh banget dari Allah. Tiap hari rasanya diisi sama kehidupan dunia, masalah dunia, mungkin kalo aku sekarang liat diriku saat itu pingin aku tutup laptopnya yang tiap hari nonton drakor dan pingin aku siram mukanya biar sadar. Ya intinya aku merasa udah berada di titik sejauh itu. Nangis ke Allah buat minta pun nggak bisa.

Aku lupa di mana titik baliknya. Di tahun 2021 aku ngerasa sudah mulai membaik karena diriku sudah mulai menyadarinya walaupun masih meraba-raba. Tapi mungkin di akhir tahun 2021 atau awal tahun 2022, aku mulai sadar waktu baca bacaan tentang Surat Ad-Dhuha. Intinya di surat itu ngejelasin kalau  masalah apapun di dunia nggak perlu terlalu diseriuskan sampai gila, karena tujuan kita sebagai muslim adalah akhirat. Masalah memang bikin kita lebih baik, tapi poin lainnya mungkin harus dilihat dari sudut pandang bagaimana masalah itu membuat kita lebih dekat sama Allah. Mungkin dari titik itu juga akhirnya aku mulai mengedepankan pikiran daripada perasaan.


Walaupun sudah menyadari, tapi kita memang fitrahnya manusia bukan robot, nggak ada itu namanya install program di otak terus langsung 100% bekerja, pastinya banyak hal yang perlu aku adaptasikan dengan diriku berdasarkan keadaan yang ada. Kadang ada luputnya, emosinya keluar, berat banget sih ternyata. Kalo dulu aku pernah bilang rasanya di otak ada dua pikiran yang saling ngomong di kepala, kali ini juga sama, tapi sekarang pikiran yang positif yang lebih dominan. Tinggal fisiknya aja yang kadang masih kurang bisa bekerja sama.

Dari menulis ini aku sadar, wah I made a progress :)

Di tahun ini pun aku juga bersyukur, entah kenapa di akun keduaku, orang-orang yang aku follow mengarah ke orang-orang yang menyampaikan kebaikan. Berawal dari tahun lalu yang tiba-tiba Shaffa saranin buat ngefollow Yaqeen Institute buat belajar agama sekaligus belajar bahasa inggris, terus dari obrolan waktu obras Marwah nyaranin buat follow Ustadz Oemar Mita. Qadarallah juga, aku yang dari dulu ngefollow Bang Benakribo, beliau juga mulai dakwah soal makanan halal dan kadang juga ngeshare orang-orang yang bikin konten dakwah. Terus juga dari Bang Bena juga aku ikutan Lorem Ipsum, semacam talkshow tentang per-content-creator-an yang di sana islami banget--walaupun ngomongin tentang hal perduniawian tapi aku betah banget nonton soalnya emang basic Lorem Ipsum ini dari anak-anak Reklamasa ITB. Dari situ jadi kenal banyak orang yang bikin konten nggak sembarang bikin konten tapi ya berlandaskan kebaikan. Dan gongnya di bulan November kemarin aku nemuin akun yukngajiid yang di sana ternyata komunitas binaannya Ustadz Felix dkk. Dari situ pun aku nontonin kajian yang durasinya dua jam bener-bener nggak berasa dua jamnya dan nagih buat ditonton. Pembawaannya ringan tapi ada satu dua hal yang aku relate dan bisa aku ambil hikmahnya. Coba cek deh, buatku yang 'baru' mau mulai lagi belajar agama mudah banget diterima.

Intinya sih, tahun ini walaupun secara hal perduniawian progressnya tidak terlalu banyak, tapi aku ngerasa banyak hal yang berubah dari diriku sendiri. Walaupun nggak begitu signifikan juga sih, tapi aku yakin ini menuju ke hal yang lebih baik lagi ke depannya :) Dan diriku juga bersyukur banget sama Allah karena ya dengan segala hal yang terjadi dan berkat tuntunan Allah aku bisa di titik ini. Bismillah, semoga di tahun depan aku udah bisa berjalan normal ya hehe. Bismillah bismilllah bismillah!


Friday, December 9, 2022

First Love (2022)

Jadi sekitar dua minggu yang lalu, aku, Savira, sama Viki memutuskan buat nonton series ini. Kalo aku sih gara-gara tergiur sama trailernya sih, walaupun hype dari series ini kan gara-gara penulisnya terinspirasi dari lagunya Utada Hikaru yang 'First Love' (1999) sama 'Hatsukoi' (2018), yang emang booming banget di masanya. Diriku yang tau jejepangan sekilas-sekilas dari kakak juga nggak begitu tau dua lagu ini sih sebenernya. Tapi karena keliatannya bagus dan lagi pingin nonton film/series 'angst', akhirnya kita memutuskan buat menonton.


First impressionnya bagus sih seriesnya. Dari segi pengambilan gambarnya, warna suasananya, backsound lagu-lagunya, semuanya bagus dan tertata lah. Cuma sejujurnya agak kecewa sedikit sama ceritanya. Jadi, ini kan kisah cinta dua orang yang mereka ketemu pas SMA terus pacaran, terus mereka ada konflik, dan baru ketemu lagi pas mereka udah dewasa. Nah, bagian konflik ini yang menurutku agak kurang gimana gitu, soalnya konfliknya adalah tiba-tiba si cewek kecelakaan dan amnesia. Aku kira ceritanya yang bakal slice of life jadi berasa banget dramanya. Dan karena lagi aku udah sering berkali-kali nonton film/series Jepang yang konfliknya adalah salah satu tokohnya sakit. Ya mungkin bagus kalo cuma satu-dua gitu, tapi ini sering banget aku temuin. Jadi, semenjak konflik itu muncul penilaianku langsung berkurang, walaupun dalam penyelesaiannya pun ya lumayan bagus lah.

Nah, hal kedua yang menurutku bikin series ini cukup drama adalah si cowoknya. Ya emang sih kalo series romance kan udah kayak di dunia ini cuma ada dua orang ini dan yang lainnya cuma numpang, jadinya happy ending adalah ketika si cowok balikan lagi sama si cewek. Tapi masalahnya, sebelum mereka balikan lagi ini, si cowok udah tunangan sama cewek lain. Terus gara-gara ketemu sama cinta pertamanya tiba-tiba dia langsung jadi nggak sreg lagi sama tunangannya. Kan kalo ditinjau dari kacamata real life kan jadi kurang ajar banget yak si cowok ini wkwk.

Akhirnya setelah kita selesai menonton series ini kita mengambil hikmah apa yang bisa didapatkan *dah kayak film moral banget*, ya intinya kalo di kehidupan nyata, kasian Tsunemi (tunangan si cowok) dan seharusnya kalo emang udah tunangan segala macem kan ya udah gitu, fokus ke kehidupan selanjutnya, nggak berarti harus kembali mengejar lagi di masa lalu. Karena pada akhirnya kita juga bisa mencintai setelah menikah, nggak melulu mencintai sebelum menikah. *nggak tau juga kenapa kesimpulannya jadi kek begini*. tapi emang kejadian kayak gitu di real life bakal sangat tidak baik untuk dilakukan sih ya. 

Jadi, kalo dari aku sendiri merating film ini 4 dari 5 lah. Bagus tapi masih kurang -- atau mungkin bukan genre ku juga sih. 

Tuesday, November 15, 2022

Meluruskan Niat

*menulis pagi-pagi karena kepala rasanya penuh sekali dan belum cukup dengan menulis di jurnal hari ini*

Seminggu ke belakang rasanya motivasi mendadak turun. Entah karena banyak paparan media sosial yang terlalu sering aku buka seminggu ke belakang atau perkara hormon di dalam tubuh yang sedang fluktuatif karena tamu bulanan sedang datang. Seminggu ini sedang merasa jenuh dengan rutinitas sendiri. Kuliah, pulang, mengerjakan tugas, ppt, presentasi, repeat. Rasanya susah untuk memasukkan kebutuhan pribadi ke dalam rutinitas itu. Mengerjakan tugas yang rasanya nggak selesai-selesai, entah kemampuan otak menurun atau karena tiap kali mengerjakan nggak yang benar-benar fokus -- bukti nyata adalah ketika sedang menulis ini tiba-tiba kepikiran buat nyari artikel buat tugas ._. tapi mingkin lebih ke alasan yang kedua sih.

Sebenernya dengan scroll media sosial, ada juga kok ilmu yang didapetin. Kadang juga ngeliat orang-orang hidup juga memotivasi buat semangat lagi. Tapi ternyata nggak sesederhana itu sih. Kadang perspektifku setiap melihat media sosial juga dipengaruhi sama kondisi harianku. Ada kalanya memang ngasih motivasi atau malah kadang jadi burden buat diri sendiri. Atau lebih ke perkara kondisi otak juga sih. Harus tahu kapan harus diberi asupan. Harus tahu kapan udah full otaknya dan dituangkan. Tapi hidup di jamannya media sosial emang perlu batasan dari diri sendiri sih. Informasi yang terlalu cepat datang dan cepat pergi. Kehidupan orang-orang yang berlalu lalang -- yang kamu nggak tahu orang itu siapa aja bisa tahu kehidupannya kayak gimana. Ya mungkin itu sih yang bikin lelah dan harus mulai lagi batasin diri sendiri lagi.

Memanfaatkan akun instagram overnightcookies dan akun twitter dilakn_ agar supaya informasi yang didapatkan lebih terfilter dibandingkan di akun-akun lain -- padahal di akun lain pun udah banyak akun-akun yang dimute karena terlalu ramai heheu.

Ya intinya mari dicoba meluruskan niat lagi. Disusun lagi waktu ibadah dan cari ilmunya. Semoga dijauhkan dari informasi yang tidak bermanfaat dan didekatkan selalu dengan orang-orang soleh dan solehah, Aamiin!

Wednesday, November 9, 2022

Kopi

Sebagai manusia bukan pecinta kopi, dua minggu terakhir ini terpaksa harus mengonsumsi kopi untuk kemaslahatan jam tatap muka dan tugas-tugasnya. Minggu lalu harus minum kopi pagi-pagi biar bisa tetep bangun pas di kelas dan minggu ini minum kopi sore-sore biar bisa kebangun malam buat ngerjain tugas. Sekarang pun tiba-tiba ingin menulis di blog karena menunggu reda perut yang sedang bergejolak setelah minum kopi. Ya sebenernya memang perut nggak tahan sama kopi sih dari awal tapi mau gimana lagi untuk bertahan hidup malam hari setelah seharian di kampus dan butuh tetap kebangun buat ngerjain tugas yang dikumpulkan besok haha.

Seharusnya memang harus dicicil sih ya, tapi kadang hari Jumat, Sabtu, dan Minggu terasa tidak cukup untuk mengerjakan tugas-tugas untuk minggu depan... *menghela napas*. Entah antara merasa weekend seharusnya menurunkan pace mengerjakan tugas atau tetap ngebut juga ngerjain tugasnya. Tapi kadang capek juga ya bund kalo tetep nugas pas weekend buat otak dan laptop -- jujur ini sih yang paling bikin aku concern buat rehat pas weekend gara-gara selama weekdays laptop lebih sering di-hibernate daripada bener-bener di-shutdown. Sudah berjanji ke diri sendiri untuk 'Yuk coba dicicil yuk tugasnya biar nggak berat di satu hari yuk' tapi jatuhnya tetep 'Aduh, udah besok aja deh ngerjainnya'. Harus gimana ya biar bisa keinget kesiksanya ngerjain tugas mepet-mepet tuh sensasinya nggak enak wkwk, harus dipasang post-it di meja belajar sih ya mungkin, biar keinget terus.

Sebenernya ada satu lagi sih permasalahan dalam mengerjakan tugas, sering salfok. Akhir-akhir ini jadi sering banget salah fokus sama media sosial. Bener-bener yang secara otomatis setelah menulis satu-dua kalimat tiba-tiba beralih ke handphone. Bisa gitu ya otak membuat diri ini berpikir setelah menulis satu-dua kalimat dalam lima menit harus diapresiasi dengan membuka media sosial selama setengah jam -- wow tepuk tangan dulu dong buatku. Tapi ini memang jadi sebuah masalah yang jadi concern terbesarku saat ini sih. Aku sadar ini nggak baik, tapi tubuh bener-bener jadi menangkap kebiasaan ini jadi sebuah gerakan refleks yang nggak perlu lewat sebuah proses di otak. Pernah gitu lagi buka twitter di handphone dan handphone lagi dipegang, terus buka tab baru di laptop dan buka twitter -- harusnya nyari materi loh, tapi malah refleks buka twitter. Jadi kadang suka bingung 'Hah ngapain buka twitter, Dil?' Pengaturan fokus ini emang harus mulai diatur lagi sih di aku. Biar tugas nggak menumpuk dan nggak perlu minum kopi banyak-banyak lagi.

Kopi sebenernya enak sih, jujur aku suka rasanya, tapi perutku tidak bisa menerima efek sampingnya. Sampai sekarang pun masih berasa perih sama mual. Padahal tadi sebelum minum aku sudah memepersiapkan perut dengan berbagai macam makanan. Ya emang lebih ke anak jamu sama anak teh sih ya bukan anak kopi heheu.

Terpantau sekarang udah pukul 19.36 perut masih mual tapi mata juga masih tetep berat. Mari kita mulai dulu mengerjakan tugasnya sebelum malam makin larut.


*random banget sih tulisan malem ini wkwk, tapi sedang ingin berbagi apa yang sedang dirasakan heheu*

Sunday, October 23, 2022

Dua Enam

Sejujurnya mulai dari tahun lalu sudah memutuskan buat nggak menghitung umur. Antara karena ulang tahun jadi sesuatu yang udah atau malah sebenernya dengan bertambahnya umur, bebannya juga malah makin nambah. Atau alasan sebenernya gara-gara pas jaman corona satu tahun nggak berasa ada apa-apa sih. Kayak kemarin pas umur dua tiga atau dua empat nggak ada rasanya sama sekali wkwk.

Tapi mungkin lebih ke alasan kedua sih mulai memutuskan buat nggak menghitung umur. Walaupun sebenernya harusnya bisa biasa aja tapi kadang ya kepikiran juga macem-macem. Umur segini belum ini belum itu. Rasanya kalo udah pikiran-pikiran itu muncul jadi suka panik sendiri. Tapi suka juga gitu ngingetin diri sendiri, 'nggak apa-apa dil, kamu berprogress kok tiap hari. walaupun emang nggak keliatan, kalo dibandingin dirimu satu tahun lalu dan dua tahun lalu jadi lebih baik kan?' Ya meskipun nggak dari semua aspek, tapi alhamdulillah memang lebih baik di aspek tertentu.

Jadi, akan ada apa di dua enam? Entahlah wkwk. Berdasarkan peta hidup yang dibikin tahun 2011 mah jadi dokter, udah punya keluarga sendiri, sekolah spesialis wkwk. Kalo peta hidup dari Allah? Idk, tapi yang bisa dilakuin emang melakukan setiap hal sebaik mungkin heheu dan percaya sama ngasih hidup. Hiyaaa bismillah!


Tambahan catatan dari teh Aida :)

Saturday, October 15, 2022

October μ•ˆλ…•!

Malang pagi ini hujan dan suasananya nyaman banget buat narik selimut dan lanjut tidur lagi. Tapi, entah kenapa suasanya hujan malah bikin aku semangat. Dari pagi udah bangun dan beres-beres kamar -- walaupun hari ini hari Sabtu. Lucu ya? Manusia terkadang punya definisi dan perasaan yang berbeda pada suatu kondisi dan sangat wajar walaupun berbeda dari persepsi orang kebanyakan.

Sudah kurang lebih dua bulan mencicipi dunia perkuliahan master yang ternyata sangat banyak butuh adaptasi, dan bentuk adaptasi itu salah satunya adalah bentuk penerimaan. Banyak hal baru yang aku alami selama kuliah di tempat baru ini. Dari suasananya, teman-temannya, dosennya, dan segala hal termasuk juga di sisi keluarga. Punya pemikiran baru dalam menjalani kehidupan, walaupun di tempat yang sama, jadi kayak memberi sebuah pengalaman yang baru aja. Ya mungkin itu salah satu bentuk kedewasaan ya... ya walaupun banyak naik turunnya juga sih. Tapi memang hal baru yang aku tangkap dan sedang aku olah adalah bagaimana cara memproses segala bentuk rangsangan dari luar untuk tetap dipikir dulu sebelum mencernanya dan berubah menjadi sebuah perasaan atau sikap. Pada akhirnya memang otak jadi lebih bekerja daripada cuma sekedar hati yang dari dulu selalu lebih kuat posisinya -- ya dengan catatan masih banyak juga sih naik turunnya. Tapi dengan aku bisa menulis hal ini rasanya aku sudah bisa memposisikan hal tersebut menjadi suatu yang bisa aku pegang dan, harusnya, bisa aku atur juga.

Sejak kuliah juga ku jadi sering nontonin drama lama buat peneman ngerjain tugas πŸ™ƒ karena kalo disambi sambil nonton drama baru malah nggak bisa fokus jadinya. Sekarang pun juga lagi nggak nonton drama lagi seberesnya Little Women kemarin :( masih bingung mau attach ke drama mana lagi -- astaghfirullah harusnya kurang-kurangin lah ya dil. Jadinya sekarang drama yang lagi aku tonton sambil nugas adalah Reply 1988. Sebagai dari dulu tim Taek, suka-suka aja sih sama endingnya, tapi gara-gara itu juga nggak begitu merhatiin bagian gimana Jungpal mengakhiri perasaannya ke Deoksun. Baru banget pagi ini nonton bagian itu dan wah banget sih, jleb banget kata-katanya.


Bukan cuma dalam hal romansa sih hal ini relate. Tapi juga sama kehidupan sehari-hari. Antara keraguan dan keinginan yang muncul kok ya biasanya munculnya bersamaan. Ya Allah merasa tertampar banget. Emang makanya katanya apa-apa ga boleh ragu. Kalo udah memutuskan ya emang harus diusahakan ya. Tapi hal ini emang menjadi proses sih. Keragu-raguan yang masih sering muncul semoga berkurang dan ditambah keyakinannya, biar hasilnya maksimal. Hmm memang butuh-butuh banyak berdoa supaya keraguan semakin menurun dan dihindarkan dari bisikan-bisikan yang bikin keraguan naik lagi.

Ya intinya dengan dimulainya perkuliahan ini, rasanya jadi banyak belajar. Nggak cuma di bidang ilmu juga tapi di bidang kehidupan. Makin ke sini rasanya banyak banget ruang yang ada, nggak cuma satu hal itu melulu. Jadinya kadang fokus berkurang tapi juga kadang bikin jadi lebih nggak stress juga sih. Apalagi kalo mikirnya dunia ini ya emang cuma sekedar dunia yang nggak boleh terlalu dikejar. Semangat buat kita semua 😼

Wednesday, August 10, 2022

Sadar Diri

Semakin dewasa akhirnya makin ngerasa kalo di dalam kehidupan ini, perubahan merupakan suatu hal yang kekal. Apa yang kita mau nggak selamanya bisa kita dapetin. Mencoba menuju kehidupan yang ideal pun, ternyata masing-masing orang punya keidealannya sendiri. Memang dari awal kitanya harus siap dengan perubahan dan keidealan kita yang pastinya juga akan terus berubah, entah karena keadaan atau pola pikir baru kita yang semakin mempertimbangkan banyak hal.

Tapi yang pasti, di segala perubahan di dunia ini, diri kita harus bisa menerima hal baru itu. Jalani sebaik mungkin, dengan niat yang baik pula. Karena pada akhirnya dengan membenci diri sendiri karena perubahan-perubahan yang tidak sesuai ekspektasi hanya akan menjauhkan diri kita dengan banyak hal. Menerima diri sendiri di tengah perubahan yang tidak sesuai ekspektasi mungkin harusnya menjadi langkah awal yang dilakukan. 

Tuesday, August 9, 2022

Crocheting pt. 2

Setelah melewati segala macam emotional breakdown yang muncul berkali-kali, akhirnya jadi juga taplak meja ini.... huhu terharu sedikit :') Padahal bikinnya gampang aja sih, cuma ya gitu selalu ada aja kejadian pas mau ngelanjutin bikin. Harusnya bisa jadi di awal bulan Juli kemarin, tapi karena ada banyak hal muncul, baru bener-bener bisa nyelesaiin awal Agustus ini.





Nggak ada yang spesial sih dari taplaknya, tapi ini hasil crochet terbesar kedua yang aku bikin. Yang bikin lumayan pegel pas bikin adalah karena aku harus bikin kotaknya satu-satu dan di setiap kotak itu harus ada benang yang dijahit biar rapih. Jadi yaa lumayan makan waktu banget sih. Tapi alhamdulillah jadi :)


Monday, June 13, 2022

μš°λ¦¬λ“€μ˜ λΈ”λ£¨μŠ€ (Our Blues) (2022)

Salah satu drama di tahun ini yang berhasil aku selesaikan dengan baik. Awalnya tertarik nonton drama ini karena Kim Woo Bin akhirnya main drama lagi setelah terakhir main di tahun 2016. Berlatar belakang di desa Peureung, Jeju, aku pikir drama ini bakal seceria Hometown Cha Cha Cha yang warga Gongjinnya bakal susah dilepas, nyatanya berbeda sekali.


Seperti yang sudah aku bilang tadi, latar belakang drama ini ada di Pulau Jeju. Pulau yang kita tahu sebagai tempat liburan orang-orang, pulau buat healing cenah. Tapi kan itu buat turis yak, drama ini lebih menyoroti ke kehidupan warga Jejunya sendiri yang di dalam cerita ini, nggak seindah Pulau Jeju itu sendiri. Jadi, 'blues' di sini bisa dimaknai dua arti antara biru yang memang latar belakang mereka ada di pantai dan biru yang berarti kesedihan.

Sebenarnya ketika menonton drama ini, aku ada pengalaman love and hate sendiri sama dramanya--walaupun banyak lovenya. Hal pertama yang bikin aku attached sama drama ini adalah konsepnya ceritanya yang cukup unik. Jadi, secara keseluruhan drama ini ada beberapa playlist yang tiap playlistnya adalah cerita dari warga-warga Peureung. Bisa tiap episode ganti playlist atau malah dalam satu episode ada dua playlist. Jadinya tiap playlistnya mulai dimainkan, penonton bakal fokus sama permasalahan yang ada di playlist itu, jadi nggak bingung atau lost gitu walaupun ada karakter-karakter lain masuk.

Hal kedua yang aku adalah penataan suara-slash-musik-slash-backsound. Drama ini bener-bener isinya masalah orang-orang, tapi penataan lagu-slash-musiknya dibikin nggak yang mendramatisir tapi lebih ke nunjukin 'oh ini cuma drama loh yang lu tonton' jadi penonton nggak terlalu dibikin makin sedih sama nada-nada musiknya. Atau di beberapa scene memang dibikin momen-momen nggak ada backsound sama sekali dan tanpa itu pun emosi-emosi dari pemainnya juga bisa kita rasain. Intinya penataan suaranya cucok banget lah.

Hal ketiga yang bikin aku suka dan bikin aku sempat nggak mau lanjutin nonton adalah dari segi ceritanya sendiri. Konfliknya bermacam-macam sekali. Dari cinta pertama yang ketemu lagi setelah dua puluh tahun tapi malah minta duit, anak ranking 1 sama 2 di sekolah yang pacaran dan malah ceweknya hamil, masalah antar bapak-bapak, antara saudara kembar, ibu ke anak, nenek ke cucu, sampe ada juga yang masalah sama diri sendiri. Macem-macem banget lah. Tapi di akhir episode semua masalah itu selesai dan berlalu.

intinya jangan berlarut-larut dengan kesedihan--ini lagi ngingetin diri sendiri kok

Beres nonton ini beneran ikutan lega sama semua masalah warganya yang akhirnya terselesaikan. Kalo drama-drama lain bikin aku pingin aku tonton ulang, tapi drama ini rasanya bener-bener bakal aku tonton sekali ini aja. Di scene terakhir yang mereka semua kumpul buat tanding antar desa bener-bener udah cocok jadi penutup drama ini dengan tagline 'apapun masalah yang ada hidup harus tetap berjalan'.

--

Hal-hal yang aku suka dari nonton drama kayak gini adalah banyak banget life lesson yang ikut dipelajari--jiakh buka les-lesan apa gimana. Tapi beneran sih, semacam baca novel atau drama yang konfliknya tentang kehidupan sehari-hari bikin kita lebih mikir dua kali buat jahat sama orang atau sebel sama orang, karena tiap orang pasti punya permasalahannya masing-masing. Buat bertahan hidup di dunia ini emang butuh ketangguhan dan akan dipermudah salah satunya dengan adanya kebaikan dari orang lain.

Thursday, June 9, 2022

Isi Kepala Pagi Ini

Berekspektasi pada kehidupan. Memang salah sih dari awal. Kehidupan yang isinya cuma atom-atom penuh ruang kosong tapi malah menjadi tempat berekspektasi. Di kehidupan memang baiknya menjalankan aja apa yang ada. Tanpa ekspektasi.

Tapi sekali lagi, mungkin karena memang manusia, tempat banyak salah dan memang banyak salahnya. Kadang sudah tau juga dan jadinya gagal lagi memaknai apa itu kehidupan. Jadinya ya begitu, selalu naik turun, dan mungkin memang begitu harusnya.

Dari luar mungkin beberapa orang terlihat selalu naik atau malah selalu turun. Tapi yang terlihat belum tentu apa yang selalu terjadi. Setiap orang pasti memiliki naik turunnya masing-masing. Yang kalau coba dipahami satu-satu pasti butuh waktu berjuta milyar tahun cahaya --lebay untuk memahami. Karena yang tahu betul masalah itu, pastinya hanya orang tersebut.

Tugas kita, sebagai sesama manusia, bisa saling menemani atau memberikan bantuan sebisa kita. Karena semuanya kembali lagi ke orang tersebut.

Manusia memang makhluk yang paling kompleks. Punya akal dan punya hati. Punya akal untuk berpikir dan merasionalkan apa pun yang terjadi pun tidak bisa. Karena ada hati yang bisa saja merasionalkan apa pun yang tidak bisa dirasionalkan oleh akal.

Mungkin memang Tuhan menciptakan manusia dengan segala ada --dibandingkan makhluk lain karena seharusnya manusia bisa menyeimbangkan kedua hal antara pikiran dan perasaan. Walaupun tidak diciptakan sempurna, mungkin dari sana kita bisa belajar banyak hal. Dan bisa selalu dekat dengan Dia.

Friday, June 3, 2022

I Am Okay

Setelah hampir seminggu lebih mengalami pergolakan batin, alhamdulillah di beberapa hari terakhir ini sudah mulai berkurang. Kuncinya apa? Kuncinya adalah untuk tetep sadar dengan keadaan dan tetap bergerak buat ngelakuin segala hal, minimum kegiatan sehari-hari. Dan ada satu hal lagi, mencoba lebih mendekatkan diri lagi ke Sosok pemberi kita nyawa.

Mungkin beberapa orang berbeda pendapat terkait hal ini, tapi bagiku bentuk pendekatan seperti ini, merupakan sebuah awal mula yang ternyata aku butuhkan. Karena kerap kali aku lupa bagaimana fitrah manusia dan arti kehidupan di bumi. Kadang dengan mengikuti beberapa kajian, jadi diingatkan betul bahwa manusia itu benar-benar cuma sebuah makhluk yang banyak salah dan dunia memang cuma sekedar dunia yang semuanya nggak ada yang kekal.

Menurutku dengan pendekatan yang aku lakukan sekarang, aku jadi bisa lebih (walaupun sedikit) berjalan maju dan mengikuti lagi ritme kehidupan sehari-hari. Walaupun untuk pergi ke pihak profesional aku tetap butuh sih, tapi seenggaknya dunia tidak sesuram apa yang ada di kepalaku kemarin :)

Wednesday, May 25, 2022

Quick update: So, you know, after writing all of those feeling in the previous post (and reading a newsletter from Aida Azlin), everything makes sense again.

Friday, May 20, 2022

Communication

Akhir-akhir ini aku lagi suka nontonin Youtube punya Tina Choi (doobydobap). Video-video yang dia upload, secara keseluruhan isinya tentang 'jurnal keseharian' dia tapi penyampaiannya pakai makanan. I love food and I love vlog content so much. Jadi habis olahraga biasanya pendinginan sambil nontonin vlog dia. (Iya, sempurna banget habis olahraga nontoninnya video orang makan  πŸ™‚πŸ‘). Dia aslinya orang Korea (kayaknya) tapi karena sempat sekolah dan kuliah di Amerika, bahasa inggris dia lancar banget dan enak aja didengerinnya dan bikin nagih. Tapi sebenernya yang bikin nagih bukan cuma bahasanya sih(?) tapi cara dia berkomunikasi dengan penontonnya juga enak. Dia engage penontonnya ya kayak ngobrol biasa aja gitu tapi gimana ya kerasa beda aja. Atau mungkin emang personality-nya dia aja kali ya yang bikin orang nontonin video-video dia.


Ngomong-ngomong soal ngobrol, sebenernya aku sering/suka banget ngobrol....... tapi sayangnya ngobrolnya cuma di kepala sendiri. Contohnya ini nih, kayak nulis hal gini kalo nggak suka ngobrol apa bisa? Tapi ya itu lebih sukanya ngobrolnya lewat tulisan. Kalo udah di hadapan orang langsung rasanya langsung kagok buat ngomong, walaupun sebenernya di kepala ada aja yang mau di omongin ke orangnya. Tapi entah kenapa di kepala rasanya banyak banget filternya. Udah mau ngomong ABCDE ke orang lain biar ada obrolan, tiba-tiba ke filter jadi ABC terus AB lama-lama A dan pas udah di mulut mau diucapin mendadak, '"Dah lah udah, nggak jadi".

I mean, the filters are a lot. 'Boleh nggak ya ngomong gini ke orang?' 'Orangnya kesinggung nggak ya?' 'Gimana kalo dia nanya balik' 'Kalo bercandaan kayak gini nyakitin apa enggak' dsb dsb dsb. The overthinking is killing me. Mungkin karena itu aku jadi lebih suka nulis. Karena salah-salah dikit masih bisa dihapus. Walaupun, sekarang kalo nulis chat ke orang harus dikasih emoticon atau 'wkwk' atau 'haha' atau hurufnya harus dibanyakin biar nggak dikata cuek. Padahal dulu jaman hp masih nokia tahan banting, orang-orang kalo ngirim pesan bener-bener disingkat-singkat tapi nggak ada yang pernah menginterpretasikan kalo orangnya jutek sih. Yup! People change and evolving.


Thursday, May 19, 2022

Perjalanan Menulis

Selain di bidang sains, dari dulu pingin kerja juga di bidang kreatif. Salah satunya tentang desain atau penulisan yang isinya tentang orang-orang numpahin segala isi kepalanya dengan identitas masing-masing. Tapi apa daya orang tua yang memang saintis banget menolak anaknya buat masuk jurusan-jurusan di luar sains. Ya walaupun kenyataannya kayaknya passion di bidang kreatif juga nggak besar-besar amat sih, tapi ada satu hal yang kayaknya pingin banget masih aku kembangin, yaitu menulis.

Berkutat di blog sejak tahun 2010 dan suka nulis juga di buku harian sejak SD, rasanya menulis jadi suatu kebutuhan sih. Dulu sempet jadi pengisi blog angkatan dan isinya ngalir banget tulisannya. Entah kenapa sekarang jadi susah banget buat nulis. Mungkin karena emang jadi jarang nulis aja sih. Semenjak di tahun 2016, temenku pernah baca keras-keras isi blogku yang isinya curhatan tentang mantan wkwk. Malu banget rasanya dulu. Tapi sekarang rasanya mau bodo amat lah dibaca keras orang-orang. Pingin percaya diri buat nulis lagi dan nemuin gaya bercerita lagi.

Tiba-tiba jadi on fire kayak gini sebenernya juga gara-gara sebuah postingan di twitter sih. Yang nampar banget.
Intinya dari tweet itu adalah be confident and practice more. Sederhananya adalah harus lebih ngeyel lagi dengan apa yang dimau. Tiga point yang makjleb banget.


Manusia itu aneh juga ya kalo dipikir-pikir. Dia tahu dia diciptakan nggak sempurna, tapi ketika mencoba mengerjakan sesuatu maunya jadi sebuah hal yang sempurna dalam sekali coba. Dan yang lebih aneh lagi, orang-orang lain yang tidak mau mencoba malah menertawakan orang-orang yang lagi tengah berusaha gitu. Apa banget coba. Kalo dipikir-pikir sifat manusia yang kayak gini ngeselin juga sih. Dan yang lebih mengesalkan lagi kadang kita terlalu mengamini perkataan-perkataan orang yang malah menjatuhkan kita.

Tapi segala hal yang terjadi dengan niatan kita memang balik lagi ke diri kita sendiri sih. Seberapa jauh kita melihat pandangan orang lain ke kita. Seberapa besar dampak omongan orang lain terhadap pendirian kita. Walaupun memang banyak goyahnya, tapi reminder kecil seperti ini emang harus sekali-dua kali lewat timeline sih.

Intinya tetap perjuangin apa pun yang diyakini benar, berdampak positif ke kita dan orang lain, dan yang bikin kita seneng juga sih. Semoga apa-apa yang sedang diperjuangkan membawa manfaat buat semuanya.

Untuk penutup kali ini, nggak pakai gif korea lagi. Ada quote bagus dari mbak Taylor Swift yang kemarin baru dikasih gelar kehormatan dari NYU.

Wednesday, May 18, 2022

Quick Update

Sudah hampir dua bulan tidak main-main di sini! Bukan karena apa-apa sih, tapi lupa aja kalau punya blog yang harus di isi biar nggak sepi. Tapi selama dua bulan nggak mampir ke sini, bukan berarti nggak nulis apa-apa sih. Di bulan April kemarin malah sering banget nulis tapi nulisnya nggak di sini melainkan di jurnal. Jadi rajin nulis di jurnal karena akhir Maret kemarin sempat ikut suatu forum dari Wangsa Jelita buat nulis jurnal sehari-hari. Bedanya di forum ini kita dikasih prompt yang temanya tentang mengenal diri kita dan lingkungan sekitar kita gitu. Seru deh pokoknya.

Selama sebulan kemarin juga nggak begitu baca buku sih, karena lagi mempersiapkan sesuatu hehe. Doakan lanca apa yang lagi dipersiapkan. Tapi terkait buku ada satu buku yang aku lagi suka buka-tutup nih. Nanti kayaknya kalo udah selesai mau coba ulas dikit-dikit di sini. 

Oiya karena kemarin post terakhir tentang sebuah tulisan fiksi, aku jadi tertrigger buat bikin blog khusus buat memuat tulisan-tulisan 'overdramatisir' ku hehe. Rencananya sih di Wordpress soalnya lagi penasaran juga sama sistem Wordpress kayak gimana. Pingin sambil otak-atik sih ini ceritanya juga. Kalau mau berkunjug bisa klik di menu 'Fiction' sebelahnya Author sama Home di atas.

Jadi gitu aja deh quick updatenya. Mau nulis banyak-banyak lagi. Mau nyoba konsisten nulis lagi. Biar bisa rapi lagi tulisannya. Ciao!

Thursday, March 17, 2022

Turning Red (2022)

Akhirnya film ini keluar juga!! Semenjak teaser trailernya keluar 8 bulan yang lalu, udah tertarik dan penasaran banget filmnya kayak apa. Salah satu alasan yang bikin aku tertarik adalah bagian panda merahnya (❁´◡`❁) Gemes banget gila! Udah macem Totoro gitu, big and fluffy (/≧▽≦)/

Setelah hari Jumat lalu nonton, emang film ini di luar ekspektasi sih alias bagus banget! Ada beberapa bagian yang aku suka dari film ini.

1. Cerita dan konfliknya relate dengan kehidupan sehari-hari. Tentang strict family, kehidupan puber anak remaja, dan boyband wkwk. Hal ini relate dengan kehidupanku sebelas-dua belas tahun yang lalu. Anak SMP yang nggak punya duit tapi berusaha ngestand Super Junior di keluarga yang cukup agamis. Berakhir dengan dibuangnya segala poster dan majalah-majalah yang aku sembunyikan di pojokan kamar. Tapi bedanya, aku berakhir nangis di kamar nggak yang malah berontak ke orang tua wkwk.

2. Animasinya! Khususnya ekspresi para karakternya sih. Bener-bener dibuat sedetail mungkin dan hasilnya fresh banget buat dilihat. Dan jujur penggambaran karakternya juga cukup beda dibandingkan film-film disney pixar sebelumnya. Karakternya keliatan lebih natural dan lebih nyata aja. Dari segi karakternya, vibesnya mirip 'The Mitchel vs The Machines', tapi tetep disney banget. Ohiya, di sini aku punya karakter favorit, Abby! Ekspresinya jahat banget tapi gemes (❤️ Ο‰ ❤️)


3. OSTnya, terutama yang dinyanyiin sama 4*Town wkwkwk. Seru banget dengerinnya dan tiap kali dengerin udah berasa lagu hits buat boyband beneran gitu πŸ‘πŸ‘πŸ‘





Intinya film ini harus ditonton karena bisa naikin mood! Disney pixar emang nggak pernah gagal sih bikin film gemes, lucu, touching, relatable gitu. Huhu. Stress-reliever juga!


Tuesday, March 8, 2022

It Ends with Us

Akhirnya ada kesempatan juga menyelesaikan buku ini di bulan Februari kemarin! Sebenernya baca buku ini udah dari pertengahan tahun lalu, tapi banyak banget fase slumpnya jadi baru bener-bener dibaca ya kemarin. Karena ceritanya ngalir banget, jadi cuma butuh waktu lima hari nyelesaiin (ditambah lagi tepar karena dapet vaksin juga sih, ehehe).

Awal ketemu buku ini karena muncul di fyp tiktok berkali-kali dan banyak yang bilang ceritanya bagus. Akhirnya mencoba intip-intip sampel bukunya, "Kok romance banget ceritanya.". Tapi setelah berkali-kali muncul di fyp tiktok dan ada adik kelas yang bilang ceritanya bagus, akhirnya memutuskan buat serius baca (aku baca buku ini di Scribd ya).

cr: goodreads

Dan bener dong! Awal-awal kecepatanku baca buku ini lamaaaa banget. Karena memang romance banget ceritanya, ditambah ada cerita flashback yang menurutku cukup membosankan. Mungkin karena penulis menggunakan sudut pandang buku harian, jadi cara menceritakannya cukup bertele-tele. Selain itu, mungkin karena genrenya romance, awal-awal cerita sudah too much. Terlalu banyak 'adegan' rated.

-mungkin mengandung spoiler-

Jadi sebagai gambaran, buku ini menceritakaan seseorang bernama Lily. Dalam cerita ini, ayahnya baru saja meninggal tapi ketika upacara pemakamannya Lily memilih untuk diam di podium daripada memberikan pidato kematian untuk sang ayah. Usut punya cerita, ternyata ayah Lily ini termasuk abbusive partner. Jadi waktu Lily masih kecil, dia sering kali melihat ibunya mendapatkan perlakuan tidak layak dari sang ayah. Setelah upacara pemakaman selesai, Lily pergi ke sebuah rooftop gedung untuk menenangkan diri dan bertemulah dia dengan Ryle. Ryle, yang merupakan dokter bedah saraf, malam itu juga lagi sedih karena pasien yang dia operasi hari itu nggak selamat. Mereka ngobrol lah berdua dan sama-sama menceritakan 'naked truth' mereka. Dan dari saat itu mereka berdua mulai dekat. Ryle yang awalnya nggak percaya tentang hubungan, dia mulai mau berkomitmen buat Lily. Karena Lily sendiri nggak pernah mau untuk nyoba one-night-stand.

Tapi di sela-sela cerita Lily dengan Ryle, Lily menemukan buku harian dia waktu masih SMP. Dan di buku harian itu, diceritakanlah kisah tentang cinta pertamanya dengan seorang bernama Atlas. Atlas pertama kali muncul di kehidupan Lily ketika dia nggak sengaja melihat Atlas masuk dan tinggal di rumah tua di belakang kebun rumahnya. Tanpa sengaja Lily jadi peduli banget sama Atlas dan mereka pun saling suka.

Konflik dalam cerita ini muncul di bagian kedua buku, ketika Ryle dan Lily sudah menikah dan Ryle tahu siapa Atlas dalam kehidupan masa lalu Lily. Tapi konfliknya bukan cinta segitiga sih. Semi-cinta-segitiga, tapi poin yang dikuatkan dalam cerita ini bukan itu. Lebih ke bagian di mana ternyata si Ryle ini memiliki sifat seperti ayah Lily.

-mungkin udah nggak spoiler-

Di bagian kedua buku ini yang menurutku ceritanya sangat mengalir. Penuh konflik dan pembaca dibuat bingung, gimana Lily bakal nyelesaiin permasalahannya. Tapi sebenernya bagian pertama, yang menurutku agak membosankan, juga termasuk bagian yang penting. Di bagian pertama, penulis benar-benar menguatkan karakter antar-tokoh. Adegan rated yang aku bilang tadi, yang menurutku nggak penting, tapi sebenernya penting untuk menekankan bahwa si Ryle ini tergila-gila banget sama Lily.

Buku yang bagus sih menurutku. Penyelesaian konfliknya juga bagus dan nggak bertele-tele. Konfliknya cukup relate dan mungkin harus dibaca oleh semua orang, terutama yang sedang terjebak dalam toxic/abbusive relationship. Hubungan-hubungan kayak gini memang membutuhkan orang ketiga biar kita bisa lepas sih. Terkadang ketika kita sebagai 'pelakon' dalam hubungan toksik, kita nggak bisa berpikir jernih bahwa hubungan seperti ini adalah salah. Terlalu banyak perasaan yang ikut campur dan membaurkan mana logika yang benar dan mana yang salah.

Intinya buku ini worth reading lah. Membuka sebuah perspektif dalam berhubungan dengan orang.

Monday, February 7, 2022

Overview

Sebuah random thought pagi-pagi. Jadi ceritanya, beberapa hari lalu aku sempat liat tweetan orang yang intinya begini:

Love story in drama: 😍😚πŸ₯°πŸ€—❤️❤️

Love story in real life: 😟πŸ₯°πŸ˜’πŸ˜­πŸ˜°πŸ€•

Pas lihat tweet ini, ada perasaan di benak, "Oh ya... benar juga sih". Tapi kalo dipikir-pikir, enggak juga kan? Misal nih, Koo Yeonsu (karakter di Our Beloved Summer). Habis dia putus dari Choi Ung, kehidupannya juga dipenuhi hal-hal yang miserable. Dari sisi Choi Ung pun juga begitu. Kita melihat mereka punya happy love-story karena diposisi sebagai penonton yang udah tau jalan ceritanya (yang endingnya pasti bahagia). Coba kalo kita jadi mereka juga pasti rasanya semacam 'love story in real life'. Cuma karena drama jadi part-part kehidupan lain nggak diceritakan ya.

Mungkin karena itu, orang-orang sering bilang kalau rencana Tuhan itu udah pasti yang terbaik. Karena Dia tahu secara keseluruhan cerita kita. Semacam kita udah tahu kalo sebuah drama endingnya pasti yang terbaik. Kalo endingnya nggak terbaik ya penulis scriptnya tolong dibriefing lagi.

Tuesday, January 25, 2022

Pada akhirnya, kamu yang selalu ada buat kamu sendiri.
Kamu orang yang paling percaya dengan diri kamu sendiri.

Friday, January 21, 2022

Winter in Sokcho

Bulan ini mengawali kegiatan membaca dengan judul 'Winter in Sokcho'. Bukunya tipis dan emang cenderung bisa dibaca in a single sitting sih. Tapi buatku yang udah lama nggak baca, butuh tiga hari durasi buat baca.


Ceritanya cukup unik. Tentang seorang perempuan yang kembali ke kampung halamannya setelah kuliah di Universitas Seoul. Setelah itu dia bekerja di sebuah guest house dan di sana dia bertemu seorang komikus Perancis yang sedang mencari inspirasi untuk komik selanjutnya.

Ending buku ini tidak terlalu jelas bagaimana. Tapi yang pasti penulis buku ini lebih meminta perhatian pembaca tentang kepribadian tokoh utama perempuan ini dan juga Sokcho di musim dingin. Tentang hubungan dia dengan ibunya, pacarnya, dan terutama dengan komikus perancis ini.

Yang membuat buku ini unik, menurutku, karena penyampaian dialog yang seperlunya. Sehingga tidak banyak dialog, tapi tokoh utama ini yang menginformasukan kepada kita apa yang terjadi dengan monolognya. Bacaan yang cukup menarik untuk sekali duduk.

Tuesday, January 4, 2022

Twenty twenty t(w)oo

Hari ini sudah niat menulis dari jam setengah enam tadi, tapi malah terdistraksi untuk mengubek-ubek email dan blog yang sudah dari tahun 2010 aku tulis. Walaupun isinya tentang kegalauan anak SMP perkara kebanyakan tugas dan ulangan di saat bersamaan, tapi jadi *gems* banget buatku. Dari tulisan-tulisan itu membuktikan bahwa aku memang suka nulis di blog dari tahun 2010 dan nulis di buku harian dari tahun 2006 (sepertinya). Aku sedang mencari alasan kenapa aku harus dan harus kembali menulis tulisan panjang lagi di blog. Karena akhir-akhir ini aku sedang mengalami kondisi freeze di mana aku tidak bisa merespon keadaan sekitar aku dengan baik. Semoga dengan kembali menulis di sini bisa menjadi sebuah terapi buatku.

Tahun 2022 ya? Nggak berharap tinggi-tinggi sih tahun ini. Cuma berharap bisa menjalani hari ke hari sebaik mungkin. Baca qur'an tiap hari, solat tepat waktu, mengontrol emosi, menjadi mindfull, dsb. Sama seperti beberapa tahun terakhir, fokus tahun ini adalah ke diriku sendiri. Fokus ingin menjadi orang yang lebih fokus dan konsisten. Yang paling dasar ya memang dari kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Semoga bisa ya, bisa! Aku menulis keinginan ini di berbagai platform agar selalu ingat dan ingat terus biar malu kalo sampe nggak dikerjain. Bismillah!

Dan ada satu hal klise lainnya yang ingin aku lakuin di blog ini. Yaitu rajin-rajin nulis! Sebenernya banyak banget pikiran-pikiran yang simpang siur di kepala dan tiba-tiba ilang aja kalo udah beberapa jam. Maunya bisa ditulis di sini biar bisa jadi refleksi diri. Buka blog tahun 2010, bisa gitu ya aku bikin postingan 20an dalam sebulan. Kalo kata orang sekarang sih, niat banget bikin konten wkwk.

Jadi ya gitu, semoga lebih aktif di blog ini, semoga lebih baik di tahun ini. Bismillah!

< > Home
overnight cookies © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.