Nggak kerasa udah di penghujung tahun 2022. Baru kemarin rasanya Savira nginep di rumah buat liburan tahun baru, tahu-tahu sekarang udah Desember aja. Sebenernya nggak bisa dibilang 'nggak kerasa' sih, karena ngejalanin tahun ini juga banyak nangis-nangisnya juga, tapi tanpa sadar ternyata sesi nangis-nangis itu berlalu juga :')
Awalnya ragu mau nulis di tempat ini atau enggak, tapi sebenernya nggak ada salahnya juga sih. Menulis di sini sebagai pengingat bagaimana menjalani tahun 2022 sebagai tahun penuh transisi, sadar diri, dan mulai mengoreksi diri sendiri. Tahun yang tidak sepenuhnya 'sembuh' tapi memulai proses menyembuhkan diri sendiri. Bismillahirrohmanirrohim!
Postingan pertama tahun 2022 di blog ini adalah Twenty Twenty T(w)oo yang berisi tentang harapan yang ingin aku lakoni di tahun ini. Harapannya tidak muluk-muluk yang alhamdulillahnya walaupun aku udah lupa dengan tulisan harapanku di postingan itu, tapi entah kenapa harapan-harapan itu adalah harapan=harapan yang selalu aku usahakan sepanjang tahun ini. Hasilnya? Yaaa sama halnya seperti iman yang kadang naik dan kadang turun, tapi alhamdulillah progresnya terus meningkat, alhamdulillah :D
Terlepas dari harapanku di awal tahun, tahun ini aku pun mencoba memulai progress di kehidupan. Setelah di tahun 2022 dan tahun 2021 yang rasanya waktu terhenti, di tahun 2022 aku memulai hal-hal yang aku bisa usahakan. Dari mendaftar beasiswa yang ternyata nggak dapet (:'D), daftar kuliah di kampus A yang malah masuk ke kampus B biar deket sama orang tua, sampai ke hal-hal seperti menyelesaikan urusanku dengan beberapa orang yang akhirnya aku bisa bilang urusan ini sudah cukup. Dari hal-hal yang aku sebutin tadi, rasanya walaupun melakukan progress tapi kok banyak down-nya ya daripada up-nya wkwk. Ya mungkin itu caranya Allah buat ngajarin hamba-Nya kali ya. Biar bisa belajar dari hal-hal apa yang terjadi dan mungkin cara-Nya juga biar hamba-Nya lebih deket lagi sama Dia..... dan mungkin itu berhasil (?)
Oke sebelumnya aku mau cerita tentang latar belakang harapan-harapan itu. Jadi, aku mulai 'hilang' sejak tahun terakhir kuliah sampai berlanjut ke tahun 2020. Pernah di satu titik rasanya hati kebas. Mau minta ke Allah nggak tau minta apa, bukan malu, tapi bingung. Padahal diriku saat itu juga nggak di tahap lagi bahagia atau gimana, malahan di tahap sedih banget. Di situ aku nyadar, kayaknya aku udah lama banget nggak 'ngobrol' sama Allah. Di titik itu bener-bener ngerasa yang 'Hah? Kenapa? Kenapa aku nggak bisa minta ke Allah tentang apapun sih?' Nangis ke Allah nggak bisa, rasanya aku memisahkan permasalahan dunia itu nggak ada hubungannya sama Allah. Atau malah aku yang udah ngejauh banget dari Allah. Tiap hari rasanya diisi sama kehidupan dunia, masalah dunia, mungkin kalo aku sekarang liat diriku saat itu pingin aku tutup laptopnya yang tiap hari nonton drakor dan pingin aku siram mukanya biar sadar. Ya intinya aku merasa udah berada di titik sejauh itu. Nangis ke Allah buat minta pun nggak bisa.
Aku lupa di mana titik baliknya. Di tahun 2021 aku ngerasa sudah mulai membaik karena diriku sudah mulai menyadarinya walaupun masih meraba-raba. Tapi mungkin di akhir tahun 2021 atau awal tahun 2022, aku mulai sadar waktu baca bacaan tentang Surat Ad-Dhuha. Intinya di surat itu ngejelasin kalau masalah apapun di dunia nggak perlu terlalu diseriuskan sampai gila, karena tujuan kita sebagai muslim adalah akhirat. Masalah memang bikin kita lebih baik, tapi poin lainnya mungkin harus dilihat dari sudut pandang bagaimana masalah itu membuat kita lebih dekat sama Allah. Mungkin dari titik itu juga akhirnya aku mulai mengedepankan pikiran daripada perasaan.
Walaupun sudah menyadari, tapi kita memang fitrahnya manusia bukan robot, nggak ada itu namanya install program di otak terus langsung 100% bekerja, pastinya banyak hal yang perlu aku adaptasikan dengan diriku berdasarkan keadaan yang ada. Kadang ada luputnya, emosinya keluar, berat banget sih ternyata. Kalo dulu aku pernah bilang rasanya di otak ada dua pikiran yang saling ngomong di kepala, kali ini juga sama, tapi sekarang pikiran yang positif yang lebih dominan. Tinggal fisiknya aja yang kadang masih kurang bisa bekerja sama.
Dari menulis ini aku sadar, wah I made a progress :)
Di tahun ini pun aku juga bersyukur, entah kenapa di akun keduaku, orang-orang yang aku follow mengarah ke orang-orang yang menyampaikan kebaikan. Berawal dari tahun lalu yang tiba-tiba Shaffa saranin buat ngefollow Yaqeen Institute buat belajar agama sekaligus belajar bahasa inggris, terus dari obrolan waktu obras Marwah nyaranin buat follow Ustadz Oemar Mita. Qadarallah juga, aku yang dari dulu ngefollow Bang Benakribo, beliau juga mulai dakwah soal makanan halal dan kadang juga ngeshare orang-orang yang bikin konten dakwah. Terus juga dari Bang Bena juga aku ikutan Lorem Ipsum, semacam talkshow tentang per-content-creator-an yang di sana islami banget--walaupun ngomongin tentang hal perduniawian tapi aku betah banget nonton soalnya emang basic Lorem Ipsum ini dari anak-anak Reklamasa ITB. Dari situ jadi kenal banyak orang yang bikin konten nggak sembarang bikin konten tapi ya berlandaskan kebaikan. Dan gongnya di bulan November kemarin aku nemuin akun yukngajiid yang di sana ternyata komunitas binaannya Ustadz Felix dkk. Dari situ pun aku nontonin kajian yang durasinya dua jam bener-bener nggak berasa dua jamnya dan nagih buat ditonton. Pembawaannya ringan tapi ada satu dua hal yang aku relate dan bisa aku ambil hikmahnya. Coba cek deh, buatku yang 'baru' mau mulai lagi belajar agama mudah banget diterima.
Intinya sih, tahun ini walaupun secara hal perduniawian progressnya tidak terlalu banyak, tapi aku ngerasa banyak hal yang berubah dari diriku sendiri. Walaupun nggak begitu signifikan juga sih, tapi aku yakin ini menuju ke hal yang lebih baik lagi ke depannya :) Dan diriku juga bersyukur banget sama Allah karena ya dengan segala hal yang terjadi dan berkat tuntunan Allah aku bisa di titik ini. Bismillah, semoga di tahun depan aku udah bisa berjalan normal ya hehe. Bismillah bismilllah bismillah!
